Kultum Senyum dan Sedih
:)
dan :(
Dalam
hidup kita sehari-hari, dua hal berbeda yang silih berganti adalah adalah
kesenangan dan kesusahan. Bahkan menurut beberapa orang, kalau hidup itu indah
karena perbedaan tersebut. Bayangkan kalau orang senang terus atau susah terus,
tentu bukan sesuatu yang baik. Ketika kita senang, maka kita diharapkan ingat
ketika dulu pernah susah. Dan ketika kita susah ingatlah bahwa suatu saat akan
ada kesenangan. Hal ini seperti firman Allah SWT:
“Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan” (QS Alam Nasyrah 5-6)
Hal
penting yang perlu diperhatikan bagaimana sifat dasar seorang manusia dalam
menghadapi kedua hal tersebut. Allah SWT berfirman:
“Dan
apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan
membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan
niscaya dia berputus asa.” (QS. Al Israa’ 83)
Dalam
ayat ini, Allah SWT menyebutkan sifat manusia terhadap kesenangan terlebih
dahulu karena ujian terhadap kesenangan adalah lebih berat.
Dari
‘Amr bin ‘Auf r.a. berkata: Rasulullah mengutus Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah r.a.
ke Bahrain untuk menagih pajak penduduk. Kemudian ia kembali dari Bahrain
dengan membawa harta yang sangat banyak dan kedatangan kembali Abu ‘Ubaidah itu
terdengar oleh sahabat Anshar maka mereka pun shalat Shubuh bersama Rasulullah
saw. Kemudian setelah selesai shalat mereka menghadap Rasulullah saw maka
beliau tersenyum melihat mereka kemudian bersabda, “Mungkin kamu telah
mendengar kedatangan Abu ‘Ubaidah yang membawa harta banyak?” Jawab mereka,
“Benar, ya Rasulullah.” Lalu Nabi saw bersabda, “Sambutlah kabar baik dan
tetaplah berpengharapan baik untuk mencapai semua cita-citamu. Demi Allah,
bukan kemiskinan yang aku khawatirkan atas kamu, tetapi aku khawatir kalau
terhampar luas dunia ini bagimu, sebagaimana telah terhampar untuk orang-orang
yang sebelum kamu, kemudian kamu berlomba-lomba sebagaimana mereka
berlomba-lomba, sehingga membinasakan kamu sebagaimana telah membinasakan
mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada
saat inipun bisa kita lihat. Seorang miskin apabila dia tidak sabar maka yang
dicuri adalah hape atau sepeda motor. Sedang orang yang menjadi tersangka KPK
telah didakwa dengan korupsi sampai miliard rupiah. Hal ini menunjukkan orang
tidak tahan dengan kesenangan dan kemewahan. Atau hal ini tersebut dalam Al
Quran tentang orang yang mendapat musibah di lautan akan berdoa kepada Allah,
tetapi lupa ketika sudah sampai darat.
“Dan
apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru
kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling.
Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih” (QS. Al Israa 67)
Secara
psikologis, seorang muslim apabila ditimpa musibah maka dia akan mendekat
kepada Allah SWT dan bersabar, sedang orang yang berhasil biasanya memiliki ego
bahwa keberhasilan itu adalah karena hasil jerih payahnya.
Kembali
kepada sifat manusia jika mendapat kebahagian seperti yang tertera pada QS. Al
Israa 83. Jika mendapatkan kesenangan maka dia memiliki dua kecenderungan yaitu
berpaling dari Allah SWT dan sombong terhadap manusia. Jika kesuksesan terjadi
pada orang yang tidak beriman maka akan memperkuat keyakinannya bahwa tidak
perlu percaya kepada Allah SWT untuk meraih kesuksesan. Mereka akan mencibirkan
kaum Muslim yang rajin sholat tapi kehidupannya masih miskin. Sedang bila
keberhasilan pada orang munafik, maka mereka berkata “Buat apa sholat? Toh saya
masih bisa mendapatkan rizki dari Allah.” Memang Allah SWT melimpahkan rizqi
pada setiap manusia di dunia ini tanpa pandang bulu apakah mereka beriman atau
mengingkari.
Bagi
seorang muslim, keberhasilan masih membuat dia melaksanakan sholat dan ibadah
lain. Tapi ada hal lain yang mungkin tidak kalah bahayanya, yaitu adanya
perasaan sombong terhadap apa yang didapatkannya. Apa sombong itu? Rasulullah
SAW pernah bersabda:
“Kesombongan
adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” (HR. Muslim)
Hal
ini yang sering sulit untuk dihindari. Orang yang sukses terkadang sulit untuk
menerima kebenaran yang disampaikan oleh orang lain, apalagi dari orang yang
lebih muda, lebih miskin atau lebih rendah derajatnya. Penolakan kebenaran
tersebut biasa dibarengi dengan merendahkan orang lain, karena dia menganggap
dialah yang lebih tinggi, lebih berhasil dan lebih berkuasa.
Demikianlah,
kita semoga kita selalu bisa menjaga hati dalam setiap keadaan.
“Alangkah
menakjubkannya kehidupan seorang mukmin. Sungguh seluruh kehidupannya baik. Hal
itu tidak dimiliki melainkan oleh mukmin. Jika dikaruniai kebaikan; maka ia
bersyukur, dan itu baik untuknya. Dan jika ditimpa keburukan; maka ia bersabar,
dan itu baik untuknya” (HR. Muslim)
Dan
memang kita harus siap dalam setiap kondisi, seperti yang disampaikan oleh
sahabat ‘Umar bin al-Khaththab: “Kalaulah sabar dan syukur itu ibarat dua ekor
unta, maka aku tidak peduli unta mana yang aku kendarai” (‘Uddatus Shobirin wa
Dzakhiratus Syakirin hal.144).
Wallahu
a’lam.
Comments
Post a Comment