Makalah Tentang Menganalisis Franchise / Waralaba
MAKALAH
Menganalisis
Franchise/Waralaba
ABSTRAK
Pertumbuhan dunia bisnis dewasa ini begitu pesat
berkembang, didukung pula usaha untuk memperluas bisnis makin bervariatif.
Salah satu bentuk pengembangan atau upaya memperluas bisnis yaitu dengan
menggunakan sistim bisnis franchise. Sistim ini bagi sebagian usahawan yang
ingin mengembangkan usahanya dipandang menguntungkan, efektif dan tepat guna
dalam pengembangan suatu usaha.
Namun dalam prakteknya, kedudukan franchisee begitu
rentan terhadap perlakuan franchisor, karena ketentuan yang termuat dalam
perjanjian franchise secara sepihak telah ditetapkan franchisor. Akibatnya
franchisee hanya bisa mengikuti pasal-pasal yang telah ditetapkan franchisor
dalam perjanjian franchise, dimana pasal-pasal tersebut banyak menguntungkan
franchisor.
Hal – hal yang diatur oleh hukum merupakan suatu das
sollen yang berarti apa yang seharusnya,sehingga dalam suatu perjanjian
waralaba das sollen ini berarti apa yang harus ditaati oleh para pihak baik
franchisor maupun franchise,sehingga perjanjian itu dapat berjalan tanpa adanya
masalah, tetapi pada kenyataannya / das sein sering terjadi penyimpangan
–penyimpangan, dan penyimpangan – penyimpangan ini menimbulkan wanprestasi.
Dalam perjanjian waralaba wanprestasi dapat dilakukan
oleh pihak Franchisee atau penerima waralaba maupun pihak franchisor atau
pemberi waralaba. Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisor antara lain
: tidak melakukan pembinaan management kepada pihak franchisee, sedangkan
wanprestasi dari pihak franchisee dapat berupa tidak membayar fee, melakukan
pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian
waralaba. Semua wanprestasi ini dapat terjadi dalam semua perjanjian waralaba.
Di Indonesia aturan hukum mengenai franchise belum
lengkap. Indikatior hal ini dapat kita cermati dari ketentuan hukum yang
mengatur bisnis franchise, yang sampai saat ini baru diatur dalam satu
peraturan pemerintah dan satu surat keputusan menteri. Pengaturan melalui
undang-undang belum tersentuh oleh pemerintah. Kondisi ini mengakibatkan
pengaturan tentang franchise lebih didasarkan pada perjanjian franchise yang
dibuat oleh para pihak. Oleh karena itu bagaimana pelaksanaan franchise menjadi
menarik untuk diteliti lebih jauh.
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah serta inayahnya, sehingga kami masih diberikan kesempatan untuk menulis
makalah yang berjudul tentang “Menganalisis Franchise/Waralaba” ini,
guna memenuhi tugas Bisnis pengantar. Lantunan sholawat dan salam tidak lupa pula kami limpahkan kepada junjungan
kita Nabi agung Muhammad SAW. Yang insyaallah akan memberikan syafa’atnya
kepada kita semua di akhirat kelak nanti.
Dengan izin Allah SWT, alhamdulillah
makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Semoga dengan adanya
makalah ini, dapat bermanfa’at bagi para pembaca maupun yang mendengarkan.
Aamiin.
Yogyakarta,13 Oktober 2014.
Daftar
Isi
Abstrak Kasus
............................................................................................. i
Kata Pengantar...........................................................................................
iii
Daftar Isi...................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
........................................................................
1
1.1 Latar Belakang
............................................................................ 1 1.2Rumusan
Masalah ........................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................... 2
BAB II.TEORI YANG TERKAIT.......................................................... 3
2.1. Sejarah Waralaba
........................................................................ 3
2.2. Pengertian Waralaba
................................................................... 4
2.2.1. Karakteristik Yuridis
............................................................... 6
BAB III. MASALAH
................................................................................. 8
3.1. Pelindung Hukum ......................................................................
8
3.1.1. Peraturan Pemerintah
..............................................................
9
-
Royalti
................................................................................... 10
-
Franchise
...............................................................................
10
-
Direct Expense
......................................................................
11
-
Biaya Sewa
............................................................................ 11
-
Marketing
..............................................................................
11
-
Assigmentfes
......................................................................... 11
3.2.
Waralaba Sebagai Bentuk Perjanjian .........................................
11
3.2.1.
Istilah Dan Pengrtian Kontrak ................................................
11
3.2.2.
Syarat-syarat Sahnya Kontrak ................................................. 12
3.2.3.
Asas-asas / Dasar-dasar Hukum Kontrak ................................. 12
3.2.4.
Prestasi dan Wan Prestasi dalam Kontrak ................................ 13
3.2.5.
Penggnti Kerugian .................................................................... 14
3.2.6.
Bentuk-bentuk Kontrak ............................................................ 14
3.2.7.
Berakhirnya Kontrak
.............................................................. ..
15
3.2.8.
Penyelesaian Sengketa dalam Kontrak .................................. .. 15
3.3.
Perbedaan Pemberian Waralaba dan Lisensi ............................... 15
BAB
IV. ANALISIS MASALAH ............................................................... 17
4.1. Masalah
........................................................................................ 17
4.2. Hasil dan
Pembahasan ................................................................. 17
4.3. Kesimpulan
.................................................................................. 20
BAB
V. PENUTUP ...................................................................................... 21
5.1.
Kesimpulan
.................................................................................. 21
5.2. Kritik dan Saran
.......................................................................... 21
LAMPIRAN
GAMBAR
............................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA
................................................................................. 23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Seiring
dengan perkembangan zaman dan begitu pesatnya sektor perekonomian yang semakin
meningkat, dinamis dengan penuh persaingan serta tidak mengenal batas-batas
wilayah. Berbagai bisnis yang dijalankan dengan mudahnya untuk dilaksanakan.
Oleh karena itu bisnis di zaman sekarang ini diperlukannya hukum untuk menaungi
dan melindungi dengan tujuan untuk mewujudkan rasa keadilan sosial dan adanya kepastian
hukum, bukan hanya sekedar mencari keuntungan (profit oriented)
tetapiadapertanggungjawabanterhadapdampak
yang ditimbulkan dari operasional bisnis secara
menyeluruh tersebut.
Untuk
mengantisipasi hal-hal yang tidak
diinginkan, para bisnisman
dan orang-orangyanginginterjunlangsungdiduniabisnis
hendaknyaterlebihdahulu mengetahui
dan memahamihukum bisnis secara detail agar bisnis
yang ditekuni berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi dirinya dan menyejahterakan masyarakat pada umumnya.
Di
Indonesia seperti kebanyakan negara berkembang
yang lain, berusaha semaksimalmungkinuntukmeningkatkan kesejahteraan warganya. Untuk itu pengembanganpadasektorekonomimenjadi tumpuan utama agar taraf hidup rakyat menjadi
lebih mapan. Pembangunan ekonomi merupakan
pengolahan kekuatan ekonomi riil dimana dapat dilakukan melalui
penanaman modal,
penggunaan teknologidankemampuanberorganisasiatau
manajemen.
SyahrinNaihasymengatakan lebih lanjut bahwa sejak
perekonomian dunia telah mengalami
perubahan yang sangat dahsyat dan kini dunia, termasuk Indonesia, menyaksikan fase ekonomi global yangbergerakcepatdantelahmembuka tabirlintasbatasantar Negara.Dapat
dikatakan bahwa dunia usaha adalah sebagai tumpuan
utama yang dipergunakan sebagaipilardandilaksanakandengan
berbagaimacam carayangsekiranyadapat memupuk perkembangannya dengan lebih optimal dan berdaya guna.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Apakah Pengertian Waralaba ?
2.
Apakah di dalam Waralaba ada Bentuk Perjanjian ?
3.
Apa Perbedaan Pemberian Waralaba dan Lisensi
1.3.
Tujuan Penulisan
Untuk mempermudah tercapainya arah serta sasaran
yang diharapkan bagi pembaca, maka penyusun merumuskan beberapa tujuan yang
hendak dicapai. Adapun rumusan tujuan-tujuan tersebut adalah untuk mengetahui :
1.
Sejarah Waralaba
2.
Pengertian Waralaba
3.
Waralaba Sebagai Bentuk Perjanjian
4.
Perbedaan Pemberian Waralaba dan Lisensi
BAB II
TEORI YANG TERKAIT
2.1.
Sejarah Waralaba
SejarahfranchisedimulaidiAmerika
Serikatolehperusahaanmesinjahit
singersekitartahun1850-an.Padasaat itu,Singermembangunjaringandistribusi hampir di seluruh daratan Amerika untukmenjualproduknya.Disampingmenjual mesinjahit,paradistributortersebutjugamemberikan pelayananpurnajualdansuku
cadang.Jadiparadistributortidaksemata
menjualmesinjahit,akantetapijuga memberikanlayananperbaikandanperawatankepada
konsumen.[4]
Walaupuntidak terlampau
berhasil, Singer telah menebarkan
benih untuk franchising di masa yang
akan datang dan dapat diterima secara universal.
Polainikemudiandiikuti
olehindustriolehindustrimobil,industriminyak
dengan pompa bensinnya serta industri minuman ringan. Mereka ini adalah para
produsenyangtidakmempunyaijalur distribusiuntukproduk-produkmereka,sehingga memanfaatkan system franchise ini di akhir-akhir abad ke-18 dan diawal abad ke 19.
Sesudah
perang dunia ke 2, usaha eceran mengadakan perubahan dari
orientasiprodukkeorientasipelayanan. Disebabkankelasmenengahmulaisangat mobiledanmengadakanrelokasidalamjumlahbesarkedaerah-daerahpinggiran kota,makabanyakrumahmakan/restoranataudriveinmengkhususkandalamma- kanan siap saji dan makanan yang bisa segera di makan di perjalanan.
Pada awal nya istilah franchise tidak dikenal dalam kepustakaan Hukum Indonesia,hal ini dapat dimaklumi karena memang lembaga franchise ini sejak awal tidak terdapat dalam budaya atau trades ibisnis masyarakat Indonesia.Namun
karena pengaruh
globalisasi yang melanda
di berbagai
bidang, maka
franchise ini kemudian.
masuk ke
dalam tatanan budaya dan
tatanan hukum masyarakat
Indonesia.
WaralabamulairamaidikenaldiIndonesiasekitartahun1970-andengan
mulaimasuknyafranchiseluarnegeriseperti
KentuckyFriedChicken,Swensen,
Shakey Pisa dan kemudian diikuti
pula oleh Burger King dan Seven Eleven,
Walaupunsistem franchise ini sebetulnya sudah ada diIndonesia seperti yang diterapkan oleh
Bata dan yang hampir
menyerupainya
ialah SPBU (pompa bensin).
Pada
awal tahun 1990 – an International
Labour Organization (ILO) pernah menyarankanPemerintahIndonesiauntukmenjalankansistem
franchiseguna memperluas lapangan kerja sekaligus merekrut tenaga-tenaga ahli franchise untuk melakukansurvei,wawancara,sebelum
memberikanrekomendasi.Hasilkerjapara ahli
franchise tersebut menghasilkan
“Franchise Resource Center” dimana
tujuan lembagatersebutadalahmengubahberbagai macam usahamenjadifranchiseserta mensosialisasikan sistemfranchise ke masyarakat Indonesia.
Istilah franchise ini selanjutnya menjadi istilah
yang akrab
dengan masyarakat, khususnya masyarakat
bisnis Indonesia dan menarik perhatian banyak pihak untuk mendalaminya
kemudian
istilah franchise dicoba di Indonesiakan dengan istilah ‘waralaba’ yang
diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan
Manajemen (LPPM) sebagai padanan
istilah franchise. Waralaba berasal
darikatawara(lebihatauistimewa)danlaba(untung),makawaralaba
berarti usaha yang memberikan
labalebih / istimewa.
Pengertian Franchise
berasal dari bahasa Perancisaffranchiryangberartito free yang artinya membebaskan.
Dengan istilah franchise di dalamnya
terkandung makna, bahwa
seseorang memberikan
kebebasan dari ikatan yang menghalangi kepada orang
untuk menggunakan atau
membuat atau menjual
sesuatu.Dalam bidang bisnis franchise berarti kebebasan yang
diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan
sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu.
Franchiseinimerupakansuatumetodeuntukmelakukanbisnis,yaitusuatu
metodeuntukmemasarkanprodukataujasa ke masyarakat. Selanjutnya disebutkan
pulabahwafranchisedapatdidefinisikansebagaisuatusistem pemasaranatau distribusi
barang dan jasa, dimanasebuahperusahaaninduk
(franchisor) memberikankepadaindividu/ perusahaanlainyangberskalakecildanmenengah
(franchisee),hak- hakistimewauntukmelaksanakansuatusistem
usahatertentu dengan cara yang sudah
ditentukan, selama waktu tertentu, di
suatu tempat tertentu.
Darisegibisnisdewasaini,istilah
franchisedipahamisebagaisuatubentuk
kegiatan pemasaran dan distribusi. Di
dalamnya sebuah perusahaan besar membe- rikanhakatauprivelegeuntukmenjalankan bisnis secara tertentu dalam
waktu dan tempat tertentu kepada individu atau perusahaanyangrelatiflebihkecil.Franchise merupakansalahsatubentukmetodeproduksi
dandistribusibarangataujasakepada konsumendengansuatustandarddansistemeksploitasitertentu.Pengertian standar daneksploitasitersebutmeliputikesamaandanpenggunaannamaperusahaan,merek, serta sistemproduksi, tata cara pengemasan, penyajian dan pengedarannya.
SementaraituMunirFuadymenyatakanbahwa Franchise atau sering
disebut juga dengan istilah waralaba adalah suatucaramelakukankerjasamadibidangbisnis
antara2(dua)ataulebihperusahaan,dimana1(satu) pihakakanbertindaksebagai
franchisor dan pihak yang lain sebagai franchisee, di mana di dalamnyadiatur
bahwa pihak - pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek dari
know - how terkenal, memberikan hak kepada franchisee untuk melakukankegiatanbisnisdari/atassuatu
produk barang atau jasa,
berdasar dan sesuai
rencana komersil
yang telah dipersiapkan, diuji keberhasilannya dan diperbaharui
dari waktu ke waktu, baik atas dasarhubunganyangeksklusifataupunnoneksklusif,dansebaliknyasuatuimbalan tertentu akan dibayarkan
kepada franchisor sehubungan dengan hal tersebut.
Selanjutnya Munir
Fudy mengatakan lagi bahwa Franchisee
adalah suatu lisensi kontraktual diberikan oleh franchisor kepada franchisee yang :
1. Mengizinkanataumengharuskanfranchiseeselamajangkawaktufranchise, untukmelaksanakanbisnistertentu
denganmenggunakannamakhususyang dimiliki atauberhubungan dengan pihak franchisor.
2. Memberikan hak
kepada franchisor untuk melaksanakan pengawasan berlanjut selamajangkawaktufranchiseterhadap
aktivitasbisnisfranchiseoleh franchisee.
3. Mewajibkanpihakfranchisoruntukmenyediakanbantuankepadafranchisee
dalam hal melaksanakan bisnis franchise
tersebut semisal memberikan bantuan pendidikan, perdagangan,
manajemen, dan lain-lain.
4. Mewajibkan
pihak franchisee untuk membayar
secara berkala kepada
franchisor sejumlah uang sebagai imbalan penyediaan barang
dan jasa oleh pihak franchisor.
AdapundefinisifranchisemenurutAsosiasiFranchiseInternationaladalah
“suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor dengan franchisee. Pihak
franchisor menawarkan dan berkewajiban memelihara kepentingan terus – menerus padausahafranchisedalam aspek–aspekpengetahuandanpelatihan.Sebaliknya franchiseememilikihakuntukberoperasi
dibawahmerekataunamadagangyang
sama,menurutformatdanproseduryangditetapkanolehfranchisordenganmodal dan sumber daya franchisee sendiri”.
Sedangkan menurut
Asosiasi Franchise Indonesia yang dimaksud dengan franchiseadalah“suatusistem
pendistribusianbarangataujasakepadapelanggan akhir,dimanapemilikmerek(franchisor)memberikanhakkepada individu perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek,nama,sistem,prosedurdan
cara-carayangtelahditetapkansebelumnyadalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu”.
2.2.1. Karakteristik Yuridis/Dasar Franchise
MenurutMunirFuady,bahwafranchisemempunyaikarakteristikyuridis/dasar sebagai
berikut :
1. Unsur Dasar
Ada 3 (tiga) unsur dasar yang harus
selalu dipunyai, yaitu :
a.
Pihak yang mempunyai bisnis franchise disebut sebagai
franchisor.
b.
pihak yang mejalankan
bisnis franchise yang disebut sebagai
franchisee.
c.
Adanya bisnis franchise itu sendiri.
2. Produk Bisnisnya Unik
3. Konsep Bisnis Total
Penekanan pada
bidang pemasaran dengan konsep P4 yakni Product, Price, Place serta Promotion.
4. Franchise Memakai
/ Menjual Produk
5. Franchisor Menerima
Fee dan Royalty
6. Adanya pelatihan manajemen dan skill khusus
7. PendaftaranMerek Dagang,Paten atau Hak Cipta
8. Bantuan Pendanaan dari Pihak Franchisor
9. Pembelian Produk
Langsung dari Franchisor
10. Bantuan Promosi dan Periklanan dari Franchisor
11. Pelayanan pemilihan Lokasi oleh Franchisor
12. Daerah Pemasaran yang Ekslusif
13. Pengendalian / Penyeragaman Mutu
14. Mengandung Unsur Merek dan Sistem Bisnis
Rumusantersebutdiatas,bahwawaralaba ternyatatidakjugamengandung unsur-unsursebagaimanayangdiberikanpadalisensi,hanyasajadalam
pengertian waralabatersebutdalam Blacks’LawDictionary,waralabamenekankanpada pemberianhakuntukmenjualprodukberupa
barangataujasadenganmemanfaatkan merek dagang franchisor
(pemberi waralaba) dimana pihak franchise (penerima waralaba) berkewajiban untuk mengikuti
metodedantatacaraatauproseduryang telahditetapkanolehpemberiwaralaba.Dalam kaitannyadenganpemberianizindan
kewajiban pemenuhan standar
dari pemberi waralaba,
artinya akan memberikan bantuanpemasaran,promosimaupunbantuanteknislainnyaagarpenerimawaralaba dapat menjalankan usahanya dengan baik.
BAB III
MASALAH
3.1.
Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Waralaba
Pemerintah
sebagai pemegang otoritas mempunyai kekuasaan untuk menerapkan peraturan-peraturan yang menyangkut hubungan bisnis bagi para pihak
sekaligus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, yaitu agar
supaya undang – undang yang Pemerintah tersebut dapat dilaksanakan dengan
baik tanpa adanya suatu pelanggaran atau penyelewengan. Perhatian Pemerintahyangbegitubesarinibertujuanmemberikanperlindunganhokum serta kepastian
hukum agar masing-masing
pihak merasa aman
dan nyaman dalam menjalankan bisnis khususnya yang terlibat dalam bisnis waralaba ini.
Hukum bisniswaralabaidealnyauntukmelindungikepentinganparapihak
namunkenyataandilapanganbelumtentusesuaisepertiyangdiharapkan.Seperti
yangdikemukakanolehRoscoePoundyang membagi3(tiga)golonganyangharus
dilindungi oleh hukum, yaitu,
kepentingan umum,
kepentingan sosial dan kepentingan perseorangan.Akan tetapi posisi pemberi waralaba
yang secara ekonomilebihkuatakanmemberikanpengaruhnyapula bagiberoperasinyahukum
di masyarakat.
Hukum mempunyaikedudukanyangkuat,karenakonsepsitersebut
memberikan
kesempatan yang luas kepada negara
atau Pemerintah untuk mengambil
tindakan–tindakanyangdiperlukan untuk
membawa
masyarakat kepada tujuan yang di kehendaki dan menuangkannya melaui peraturan yang dibuatnya. Dengan
demikianhukum
bekerjadengancaramemberikanpetunjuktingkahlakukepada manusia dalammemenuhi kebutuhan.
SatjiptoRahardjo
mengatakanbahwaketaatan perbuatan terhadapketentuan-ketentuan
organisasi dipengaruhi oleh kepribadian,
asal- usul sosial, kepentingan ekonominya, maupun
kepentingan politikserta pandangan hidupnyamaka semakin besarpulakepentingannyadalam hukum.[14] Disisilaindiungkapkanjugabahwa masyarakat senantiasa
mengalami perubahan
demikian pula dengan hukumnya, bahwahukum ituberkembangdenganmengikutitahap-tahapperkembangan
masyarakat.Sedangkankunciutamadalampembuatanhukum yangmengarah kepada perubahansosialterletakpadapelaksanaanataupunimplementasi–implementasi hokum tersebut.
3.1.1. Peraturan Pemerintah RI No.16 tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 yang kini telah dicabut dengan dikeluarkannya peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah RI No.
42 Tahun 2007 tanggal 23
Juli 2007.
Waralaba menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah
RI No 16 tahun 1997 adalah
“perikatan dimana salah satu pihak
diberikan hak untuk memanfaatkan
dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan
atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan dan atau penjualan
barang dan atau jasa”.
Sedangkan
berdasarkan Peraturan PemerintahRINo.42Tahun2007
pasal1 ayat (1) menyebutkan pengertian waralaba adalah: “hak
khusus yang dimiliki oleh
orangperseoranganataubadanusahaterhadapsistem
bisnisdengancirikhasusaha dalamrangkamemasarkanbarangdan/ataujasayangtelahterbuktiberhasildan
dapat dimanfaatkan dan / atau digunakan oleh
pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba”
Dalam franchiseadaduapihakyangterlibatyaitufranchisorataupemberi
waralaba dan franchisee atau penerimawaralaba
di mana masing-masing pihak
terikatdalamsuatuperjanjianyaituperjanjianwaralaba.PeraturanPemerintahRINo. 42Tahun2007dalam
pasal1ayat(2)yangdimaksudfranchisorataupemberi waralaba adalah orang perseorangan
atau badanusahayangmemberikanhakuntuk memanfaatkan dan / atau
menggunakan waralaba yang dimilikinya
kepada penerima waralabadandalampasal1 ayat(3)yangdimaksudfranchiseeataupenerima waralaba adalah orang perseorangan atau
badanusahayangdiberikanhakoleh pemberiwaralabauntukmemanfaatkan
dan/ataumenggunakanwaralabayang dimiliki pemberi
waralaba.
Sementaraitudalam pasal3adaenam
syaratyangharusdimilikisuatuusaha
apabila ingin diwaralabakan yaitu :
1. Memiliki ciri khas usaha
2. Terbukti sudah memberikan keuntungan
3. Memiliki standar atas pelayanan
dan barang dan
/ atau jasa
yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis
4. Mudah diajarkan dan diaplikasikan
5. Adanya dukungan yang berkesinambungan
6. Hak kekayaan Intelektual yang telah terdaftar
Dalamsistemfranchiseadapos-posbiayayangnormaldikeluarkansebagai berikut :
-
Royalty
Pembayaran oleh pihak franchisee
kepada pihak franchisor sebagai imbalan dari pemakaian
hak franchise oleh franchisee.Walaupun
tidak tertutupkemungkinanpembayaranroyaltypadasuatuwaktudalamjumlah
tertentu yang sebelumnya tidak
diketahuinya.
-
Franchise
fee
YangdimaksudFranchisefeeadalahbiaya pembelian hak waralaba yang dikeluarkan oleh
pembeli waralaba (franchisee) setelah
dinyatakan memenuhipersyaratansebagaifranchisee sesuai kriteria franchisor. Umumnya franchise fee dibayarkan hanya satu
kali saja dan akan dikembalikan
oleh franchisor kepada franchisee dalambentuk
fasilitas pelatihan awal, dan dukungan set up awal dari outlet pertama
yang akan dibukaolehfranchisee. Franchiseedalamhalinimenerimahakuntuk berdagangdibawahnamadansistem yangsama,pelatihan,sertaberbagai keuntungan lainnya. Sama halnya dengan memulai bisnis
secara mandiri, franchisee
bertanggung jawab untuk semua biaya
yang muncul guna memulai
usaha ini tetapi kemungkinan mengeluarkan uang lebih rendah karena kekuatan jaringan yang dimiliki oleh
franchisor.
-
Direct Expenses
Biaya
langsung yang harus dikeluarkan sehubungan dengan pengembangan bisnis franchise. Misalnya, terhadap pemondokan pihak yang akanmenjadipelatihdanfeenya,biaya pelatihandanbiayapadasaat pembukaan.
-
Biaya sewa
Adabeberapafranchisoryangmenyediakantempat
bisnis,makadalam hal demikian
pihak franchisee harus membayar harga sewa tempat tersebut kepada franchisor agar tidaktimbul disputes di kemudian hari.
-
Marketing and advertising fees
Franchisee
ikut menanggung biaya dengan menghitungnya, baik secara persentase dari
omzet penjualan ataupun jika ada marketing atau iklan tertentu.
-
Assignmentfees
Biayayangharusdibayarolehpihak
franchiseekepadapihakfranchisor jikapihakfranchiseemengalihkanbisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnisyangmerupakanobjeknyafranchise.Olehpihakfranchisorbiaya itu dimanfaatkan untuk kepentingan persiapan pembuatan
perjanjian penyerahan, pelatihan pemegangfranchise yang baru dan sebagainya.
3.2. Waralaba
sebagai Bentuk Perjanjian
Dalam
franchise,dasarhukum daripenyelenggaraannyaadalahkontrakantara
keduabelahpihak.Kontrakfranchisebiasanyamenyatakanbahwafranchiseadalah kontraktor independent dan bukannya agen atau pegawai franchisor. Namun
demikian
perusahaan induk dapat membatalkan
franchise tersebut, bila franchisee melanggar persyaratan-persyaratan
dalampersetujuan itu.
3.2.1.
Istilah dan Pengertian Kontrak
IstilahkontrakberasaldaribahasaInggris,yaitucontract.Hukum
kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu contract
of law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan
istilah Overeenscom-strecht.
Dalam tampilannya
yang klasik, untuk istilah kontrak ini sering disebut dengan
istilah “perjanjian” sebagaiterjemahandari“agreement”dalam
bahasaInggris.Namundemikianistilah
“kontrak” (sebagai terjemahan dari
istilahInggris “contract”) adalah paling modern,
paling luas dan paling lazimdigunakan, termasuk pemakaiannnya
dalamdunia bisnis.
Yangdimaksuddengankontrakadalahsuatukesepakatanyangdiperjanjikan
(promissory agreement) di
antara 2 (dua) atau
lebih pihak yang dapat menimbulkan,memodifikasi,
atau menghilangkan hubungan hokum. Pengertianperjanjianataukontrakdiaturdipasal1313KUHPerdatapasal 1313 KUH
Perdata berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihakataulebihmengikatkandirinyaterhadap satuorang ataulebih.”
3.2.2.
Syarat-syarat Sahnya Kontrak
Selanjutnya untuk sahnya
suatu perjanjian menurut pasal 1320
Kitab Undang- Undang HukumPerdata diperlukan
empat syarat yaitu :
1. Kesepakatan (toesteming / izin) kedua belah pihak
2. Kecakapan
Bertindak
3. Mengenai suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal ( Geoorloofde oorzaak )
Adabeberapasyaratuntukkontrakyangberlakuumumtetapidiaturdiluar pasal 1320 KUH
Perdata, yaitusebagaiberikut:
1. Kontrak harus dilakukandengan itikad baik
2. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang
berlaku
3. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
4. Kontrak tidak boleh melanggar
kepentingan umum
3.2.3.
Asas-asas/Dasar-dasar Hukum Kontrak
Yangdimaksuddengandasar-dasarhukumkontrakadalahprinsipyang
harusdipegangbagiparapihakyangmengikatkandirikedalam
hubunganhukum kontrak. Menurut Hukum Perdata, sebagai dasar hukum utama
dalam berkontrak, dikenal 5 (lima) asas penting sebagai berikut :
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian baik
yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam undang-undang.
2. Asas Konsensualisme
Asaskonsensualismedapatdisimpulkandalam Pasal1320ayat(1)KUH Perdata.Dalam pasalituditentukanbahwasalahsatusyaratsahnya perjanjian,
yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda merupakanasasbahwahakim ataupihakketigaharusmenghormati
substansikontrakyangdibuatoleh parapihak,sebagaimanalayaknya sebuah undang-undang.
4. Asas Itikad
Baik
Asas itikadmerupakanasasbahwapara
pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan
substansi kontrak berdasarkan kepercayaan
atau keyakinan yang teguh atau
kemauan baik dari para pihak.
5. Asas Kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya
untuk kepentingan perseorangansaja.
3.2.4.
Prestasi dan Wanprestasi dalam Kontrak
Istilahprestasidalam
hukum kontrakadalahpelaksanaandariisikontrakyang telah dibuat para pihak
dengan kesepakatan bersama. Suatu
kontrak yang bermakna prestasi ada tiga yaitu :
1. Menyerahkan suatu barang;
2. Melakukan suatu perbuatan;
3. Tidak melakukan
suatu perbuatan.
Sedangkan wanprestasi
menurut Subekti adalah apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang
dijanjikannya, alpa atau lalai atau ingkar janji atau juga melanggar
perjanjian, bila melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya
maka dikatakan melakukan wanprestasi.
3.2.5.
Pengganti Kerugian
Gantirugiadalahsanksiyangdapat
dibebankankepadadebituryangtidak memenuhiprestasidalam suatukontrakuntukmemberikanpenggantianbiaya, kerugian dan bunga. Menurut Tukirin Sy.
Sastroresono pengertian masing-masing berikut :
1. Biayaadalahsegalapengeluaranyangtelahdikeluarkansecara
nyataoleh salah satu pihak;
2. Rugiadalahhilangnya suatu keuntungan yang sudah dihitung;
3. Bungaadalahtimbuldalamperikatanyangmemberikansejumlahuang
dan pelaksanaannya tidak tepat pada
waktunya.
3.2.6.
Bentuk-bentuk Kontrak
Bentuk-bentukkontrakdapatdibedakanmenjadiduamacam,yaitutertulis danlisan.Perjanjiantertulisadalahperjanjianyangdibuatolehparapihak dalam bentuktulisan.Sedangkanperjanjianlisansuatuperjanjianyangdibuatolehpara
pihak dalam wujud lisan ( cukup kesepakatan para pihak ).
Ada tiga bentuk
perjanjian tertulis, sebagaimana dikemukakan
berikut ini :
1. Perjanjiandibawahtanganyangditandatanganiolehparapihakyang
bersangkutansaja.Perjanjianitu hanyamengikatparapihakdalam
perjanjian,tetapitidakmempunyaikekuatan mengikat pihak ketiga;
2. Perjanjiandengansaksinotarisuntukmelegalisirtandatanganparapihak.
Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi
kekuatan hukum dari isi perjanjian;
3. Perjanjianyangdibuatdihadapandanolehnotarisdalambentukakta
notariel.Aktanotarieladalahakta yangdibuatdihadapandandimuka pejabat yang berwenang untuk itu.
3.2.7.
Berakhirnya Kontrak
Berakhirnya
kontrak merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak yang
dibuatantaraduapihaktentangsesuatuhal. Sesuatuhalbisaberartisegalaperbuatan
hukumyang dilakukan oleh kedua pihak.
Dalampraktek, dikenal
pula caraberakhirnya kontrak yaitu :
4. Jangka waktu berakhir;
5. Dilaksanakan obyek perjanjian;
6. Kesepakatan ke dua belah pihak;
7. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah
satu pihak;
8. Adanya putusan pengadilan.
3.2.8. Penyelesaian Sengketa
dalam Kontrak
Menurutjalurhukum
adatiga(3)carayangdapatditempuhuntuk menyelesaikannya, yaitu :
1. Jalur Pengadilan;
2. Jalur Arbitrase (perwasitan);
3. Jalur Negosiasi (perundingan).
3.3. Perbedaan Pemberian Waralaba Dan
Lisensi
Pengertianfranchise(waralaba)selaludiartikanberbedadenganlisensi. Padahal, intinya
hampir sama. Dalam praktik lisensi (licensing) diartikan
lebih sempit,yakniperusahaanatauseseorang
(licencor)yangmemberihakkepadapihak tertentu
(licensee)untukmemakaimerek/hak
cipta/paten
(Hakmilikkekayaan intelektual) untuk memproduksi
atau menyalurkanproduk/jasapihaklicencor.
Imbalannyalicenseemembayarfee.
Lisencor
tidak mencampuriurusanmanajemen danpemasaranpihaklicensee.Misalnya,perusahaanMattelInc.yang memilikihak karakter Barbie (boneka
anak-anak) di AS memberikan hak
lisensi kepada perusahaanmainandiIndonesia.
Lisensimerupakanijinyangdiberikankepada pihak lain untuk memproduksi
dan memasarkan produk atau jasa tertentu.Pihak pemberi lisensi (licensor) hanya berkewajiban mengawasi mutu
produk atau jasa yang dijual oleh penerima
lisensi (licensee).
Perbedaan antara kedua sistem
ini terletak pada tanggung jawab
Masing-masingpihak,dimanapadasistemfranchisekeduabelahpihakterikat
dalam sebuahkontrakkemitraanyangdiikutidengankewajibandantanggungjawab masing-masingpihak. Dalam halpemberianlisensi,pihakpemberilisensitidakmempunyai
kewajiban dan tanggung jawab atas bisnis
yang dijalankan oleh pihak penerima
lisensi. Pemberi lisensi hanya
berkepentingan
pada perhitungan royalti atau pembagiankeuntungandarivolumeatauomzetpenjualansetiapwaktu.
Kemudian pemberi lisensi tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan
bimbingan atau pelatihan kepada penerima lisensi.
BAB IV
ANALISIS
MASALAH
4.4.1.
Masalah
Berdasarkan uraian di atas, selanjutnya dapat di rumuskan
permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah isi perjanjian franchise yang di buat
oleh franchisor
sudah memberikan perlindungan hukum bagi franchisee?
2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap franchisee (penerima
waralaba) yang di rugikan akibat pemutusan kontrak secara sepihak menurut PP
No. 42 tahun 2007 dihubungkan dengan buku III KUHPerdata?
4.4.2.
Hasil Dan Pembahasan
1. Isi perjanjian Baku Franchise Yang Dibuat Oleh
franchisor Terkait Perlindungan Hukum Bagi Franchisee
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa
Inggris, yaitu standard
contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah
ditentukan dan dituangkan oleh salah satu pihak dalam bentuk tertulis. Dalam
perjanjian franchise,
kontrak standar ini hanya dibuat oleh pihak franchisor
saja. Para pihak yang melaksanakan suatu standar kontrak harus dilandasi dengan
’Itikad Baik’ dari kehendak masing-masing atas suatu standar kontrak tersebut.
Bila dilihat dalam ketentuan Pasal 1321 KUH Perdata menyebutkan, Tiada sepakat
yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya
dengan paksaan atau penipuan. Selain itu berturut-turut perlu juga diindahkan
ketentuan Pasal 1323, 1324, dan Pasal 1325 KUH Perdata .Pasal 1323 KUH Perdata
menyebutkan, Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu
persetujuan, merupakan alasan untuk batalnya persetujuan (perjanjian), juga
apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan
siapa persetujuan tersebut tidak telah dibuat.
Sehubungan dengan kasus pemutusan perjanjian sepihak oleh PT.Y,
dalam perjanjian yang mereka sepakati. Belum memberikan perlindungan hukum bagi
franchisee
karena dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang merugikan franchisee, yaitu franchisor berhak
memutuskan perjanjian secara sepihak sebelum jangka waktu dalam perjanjian
tersebut berakhir. Yang jelas dalam Pasal 1338 ayat 2 KUHPerdata menyebutkan
perjanjian tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan kesepakatan kedua belah
pihak atau alasan undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Sehingga perjanjian
ini belum cukup memberikan perlindungan hukum bagi franchisee yang memiliki
posisi tawar lemah.
Menurut penulis sah tidaknya perjanjian baku tidak dapat
terlepas dari teori tentang kesepakatan dalam hukum perjanjian. Hal ini karena
dalam perjanjian baku terdapat klausul yang menyebutkan bahwa bila pihak
penawar atau pembuat perjanjian itu mengajukan penawaran kepada pihak lain,
maka pihak lain itu memiliki kebebasan dalam menentukan sikap apakah ia setuju
dan kemudian menandatangani isi kotrak atau bila ia tidak setuju dengan isi
klausul yang diajukan kepadanya, ia dapat menolak dengan cara tidak
menandatangani sehingga tidak terjadi perjanjian antara mereka. Apabila standar
kontrak dalam perjanjian franchise
tersebut dibuat dengan memperhatikan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata maka
standar kontrak tersebut sah di mata hukum
1. Perlindungan hukum bagi franchisee dalam hal
pemutusan perjanjian franchise oleh PT Y sebagai franchisor dihubungkan dengan
buku III KUHPerdata
Perjanjian franchise
merupakan salah satu aspek perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan
merugikan pihak lain. Hal ini dikarenakan perjanjian dapat menjadi dasar hukum
yang kuat untuk menegakkan perlindungan hukum bagi para pihak, jika salah satu
pihak melanggar perjanjian, maka pihak lain dapat menuntut ganti kerugian
kepada pihak yang merugikan sesuai dengan hukum yang berlaku. Franchisee perlu
memperoleh perlindungan hukum dari pemutusan perjanjian secara sepihak oleh franchisor hal ini
dikarenakan adanya perjanjian baku yang dibuat hanya oleh satu pihak saja yaitu
pihak franchisor.
Ketidak seimbangan kekuatan tawar menawar (unequel
bargaining power) dalam suatu perjanjian membuat kedudukan franchisee tidak
mempunyai posisi tawar yang cukup kuat untuk mempertahankan apa yang menjadi
haknya.[3] Franchisor menetapkan
syarat-syarat dan standar yang harus diikuti oleh franchisee yang memungkinkan franchisor membatalkan
perjanjian apabila menilai franchisee
tidak dapat memenuhi kewajibannya. Perlindungan hukum bagi franchisee dalam hal
adanya perjanjian oleh franchisor
dengan memutuskan perjanjian sebelum masa berlaku perjanjian berakhir dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu pihak franchisee
dapat menolak melakukan prestasinya atau menolak melakukan prestasi
selanjutnya, manakala pihak franchisor
telah terlebih dahulu melakukan wanprestasi
atau pelanggaran perjanjian.
Pasal 8 PP No 42 tahun 2007 tentang Waralaba yang berisi franchisor wajib
memberikan pembinaan dalm bentuk pelatihan, pembinaan, bimbingan, operasional,
managemen, pemasaran, penelitian dan pengembangan kepada franchisee secara
berkesinambungan. Sehingga apabila franchisee
mengalami kesulitan dalam memasarkan franchisenya, maka franchisor bersedia
melakukan pembinaan. Dalam Pasal 7 PP No. 42 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa franchisor wajib
mendaftarkan prospektusnya, yang memberitahu tentang identitas
franchisor, sejarah kegiatan usahanya, struktur organisasi franchisor,
laporan keuangan, jumlah tempat usaha, daftar franchisee serta hak dan
kewajiban para pihak. sehingga franchisee dapat mengetahui secara jelas tentang
franchise yang akan mereka pilih sebagai usahanya, dalam PP 42 tahun 2007
tentang Waralaba juga menyebutkan apabila franchisor tidak melaporkan
prospektusnya, makan akan dikenakan sanksi. Ini merupakan salah satu usaha
pemerintah untuk melindungi franchisee dari franchisor yang hanya ingin meraup
keuntungan pribadi.
Dalam Pasal 1338 KUHPerdata ayat 2 yang menyatakan bahwa
perjanjian yang disepakati tersebut tidak dapat ditarik kembali secara sepihak
oleh salah satu pihak tanpa adanya persetujuan dari pihak lawannya dalam
perjanjian atau dengan hal-hal dimana oleh undang-undang dinyatakan cukup
adanya alasan untuk itu
Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada franchisee berdasarkan
PP No 42 tahun 2007 serta Buku III KUHPerdata bersifat preventif atau
pencegahan
Dalam perjanjian franchise
PT Y tidak disebutkan mengenai pemutusan kontrak apabila franchisor tidak dapat
memenuhi target minimal penjualan, sehingga berakibat kerugian pada franchisee. Dengan
adanya pemutusan sepihak yang tidak sesuai dengan perjanjian, maka franchisor
telah melakukan wanprestasi. Oleh karena itu pihak x dapat meminta ganti rugi
sejumlah uang atau pelaksanaan perjanjian kembali, namun apabila franchisee secara
substansi melanggar isi perjanjian maka franchisor
berhak untuk melakuka pemutusan kontrak sepihak. Penyimpangan yang dilakukan franchisor ini
menimbulkan wanprestasi,
yang berakibat kerugian pada franchisee.
Konsekuensi yuridis dari tindakan wanprestasi
adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan untuk menuntut ganti rugi kepada
pihak yang merugikan
4.4.3. KESIMPULAN
1. Perjanjian standar biasanya hanya
menguntungkan pihak franchisor
saja karena dalam membuat perjanjian, franchisee
tidak di berikan kebebasan untuk menentukan ini perjanjian yang akan mereka
sepakati. Seharusnya perjanjian yang hanya menguntungkan satu pihak saja di
anggap tidak sah karena di anggap tidak memiliki itikad baik. Dalam perjanijan
yang di buat oleh PT. Y ini belum memberikan perlindungan hukum bagi franchisee dan
dianggap memberatkan, karena dalam pasal tersebut terdapat pasal yang menyebutkan
tentang pemutusan sepihak yang dapat dilakukan oleh franchisor apabila franchisee melanggar
persyaratan seperti yang telah disebutkan dalam perjanjian tersebut. Sehingga
seharusnya pemutusan perjanjian tersebut juga tidak sah, karena franchisor
melakukan pemutusan sepihak tidak memiliki alasan yang masuk akal. Dalam kasus
ini perjanjian tetap di anggap sah karena telah di sepakati dan ditandatangani
oleh kedua belah pihak
2. Perlindungan hukum bagi franchisee dapat
diberikan dengan pemenuhan ganti kerugian oleh franchisor akibat pemutusan
perjanjian sebelum berakhirnya perjanjian franchise tersebut. Dengan asas
itikad baik seperti yang tercermin dalam perjanjian dan perbuatan Nyata
para pihak, namun hakim dapat memberikan peutusan yang mengakomodir perlindungan
hukum bagi pihak yang dirugikan. Tanggung jawab atas kerugian pemutusan
perjanjian franchise dapat dibebankan kepada franchisor apabila franchisor
memutuskan perjanjian secara sepihak sebelum berakhirnya masa berlakunya
perjanjian. Kerugian yang dimaksud adalah kerugian yang diderita oleh
franchisee akibat pemutusan perjanjian tersebut baik kerugian materiil maupun
imateriil,tanggung jawab hukum yang dapat dibebankan kepada franchisor adalah
tanggung jawab atas kesalahan baik dasar perbuatan wanprestasi dan perbuatan
melawan hukum. Dengan dasar perbuatan wanprestasi, franchisee dapat menuntut
ganti kerugian kepada franchisor dengan dasar hukum Pasal 1267 KUHPerdata.
BAB V
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Waralaba
(Franchise) merupakan suatu bentuk bisnis kerjasama yang dilakukan oleh dua
belah pihak, dimana pihak pertama (franchisor) memberikan hak kepada pihak
kedua (franchisee) untuk menjual produk atau jasa dengan memanfaatkan merk
dagang yang dimiliki oleh pihak pertama (franchisor) sesuai dengan prosedur
atau system yang diberikan.
Waralaba merupakan salah
satu bentuk perikatan/atau perjanjian dimana kedua belah pihak harus memenuhi
hak dan kewajibannya masing-masing. Perjanjian waralaba adalah perjanjian yang tidak
bertentangan dengan undang-undang, agama,
ketertiban umum, dan kesusilaan. Kemudian banyak orang yang mengatakan bahwa
waralaba itu sama dengan lisensi, padahal pada kenyataannya kedua istilah
tersebut berbeda baik dari segi pengertian maupun dari segi pengaplikasiannya.
Lisensi merupakan pemberian hak merk/hak cipta kepada pihak tertentu dan tidak
mempunyai tanggung jawab untuk melakukan bimbingan ataupun pelatihan kepada
penerima lisensi. Sedangkan di dalam bisnis waralaba, pihak franchisor
mempunyai kewajiban untuk memberikan pelatihan dan bimbingan kepada pihak
franchisee.
2. Keritik dan Saran
Kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Demikianlah makalah singkat tentang Menganalisis Franchise/Waralaba yang
dapat kami sampaikan, apabila terdapat banyak kesalahan atau kekurangan di
dalam penulisan makalah ini, sudi kiranya kami mohon ma’af yang
sebesar-besarnya. Dan kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya dari pembaca
yang budiman sekalian yang bersifat membangun bagi kami demi kesempurnaan
makalah ini. Dan apabila terdapat kebenaran dan kelebihan itu semata-mata
datangnya hanya dari Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
http://salamfranchise.com/2008/04/08/franchise-dalam-perspektif-hak-
kekayaanintelektual/
http://salamfranchise.com/2008/03/03/franchise-di-indonesia-dan- pengertiannya/
Pramono, Peny R. 2007.
http://tantisetianing.blogspot.com/2011/11/franchising.html,
diakses tanggal 2 Februari 2014.
http://ramli88bombana.blogspot.com/2013/02/franchise-
oleh-ramli-normal-0.html, diakses tanggal 2 Februari 2014.
Comments
Post a Comment