Makna dan hakikat Demokrasi sebagai pandangan bangsa Indonesia
Makna dan Hakikat Demokrasi
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah serta inayahnya, sehingga kami masih diberikan kesempatan untuk menulis
makalah yang berjudul tentang “Menganalisis Franchise/Waralaba” ini,
guna memenuhi tugas Bisnis pengantar. Lantunan sholawat dan salam tidak lupa pula kami limpahkan kepada junjungan
kita Nabi agung Muhammad SAW. Yang insyaallah akan memberikan syafa’atnya
kepada kita semua di akhirat kelak nanti.
Dengan izin Allah SWT, alhamdulillah
makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Semoga dengan adanya
makalah ini, dapat bermanfa’at bagi para pembaca maupun yang mendengarkan.
Aamiin.
Yogyakarta,13 Oktober 2014.
Penyusun
Daftar
Isi
Kata Pengantar................................................................................... I
Daftar Isi............................................................................................. II
BAB I. PENDAHULUAN................................................................ 1
A. Latar
Belakang......................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................... 1
C. Tujuan
Masalah........................................................................ 1
BAB
II. PEMBAHASAN.................................................................. 2
A. Sejarah
Waralaba.............................. 2.1
B. Pengertian
Waralaba …… 2.2
C. Karakteristik Yuridis ...................................... 2.2.1
BAB III. PENUTUP.......................................................................... 10
1. Kesimpulan............................................................................... 10
2. Kritik
dan Saran....................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dewasa ini demokrasi dipahami tidak hanya merupakan bentuk pemerintah dan
sistem politik tetapi demokrasi juga merupakan sebuah pandangan hidup bagi
bangsa yang menganutnya, terutama bangsa kita sendiri yaitu bangsa indonesia.
Demokrasi merupakan bentuk kehidupan bersama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Sebagai sikap hidup, demokrasi berisi nilai-nilai atau
norma-norma yang hendaknya dimilki oleh warga yang menginginkan kehidupan
berdemokrasi.
Bentuk pemerintahan demokrasi ataupun sistem politik demokrasi suatu negara
memerlukan sikap hidup warganya yang demokratis. Demokrasi merupakan suatu
keyakinan, suatu prinsip utama yang harus dijabarkan dan dilaksanakan secara
sistematis dalam bentuk aturan sosial politik. Bentuk kehidupan yang
berdemokrasi akan kokoh bila dikalangan masyarakat tumbuh nilai-nilai demokrasi
tersebut. Untuk itu, karena sangat pentingnya memahami demokrasi untuk
dijadikan sebagai pandangan hidup, maka pada kesempatan kali ini kami akan
mengurakan tentang makna dan hakikat demokrasi serta di jadikannya demokrasi sebagai
pandangan hidup.
B.
Rumusan
Masalah
1) Apa
Makna dan Hakikat Demokrasi dan Bagaimana cara menjadikan demokrasi sebagai
pandangan hidup ?
C.
Tujuan
Masalah
1) Dapat
mengetahui makna dan hakikat demokrasi sekarang ini dan peran demokrasi itu
seendiri terhadap sikap masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Makna
dan Hakikat Demokrasi
Kata demokrasi terkesan sangat akrab dan seakan sudah dimengerti begitu saja
dalam banyak perbincangan. Mulai dari yang serius sampai yang santai. kata demokrasi sering terlontar. Namun, apa
dan bagaimana sebenarnya makna dan hakikat substansi demokrasi itu. Mungkin
belum sepenuhnya dimengerti dan dihayati oleh masyarakat, sehingga perbincangan
tentang demokrasi bisa saja tidak menyentuh makna dan hakikat substansi serta
dilakukan secara tidak demokratis.[1]
Pemahaman hakikat “demokrasi”
terlebih dahulu diawali dengan pengertian demokrasi serta nilai yang terkandung
di dalamnya. Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal
dari bahasa yunani yaitu “demos” yang
berarti rakyat atau kependudukan suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.
Jadi secara bahasa demos-cratein atau
demos-cratos (demokrasi) adalah
keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahanya kedaulatan berada ditangan
rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat
berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.[2]
Dan secara garis besar dapat dikatakan bahwa demokrasi merupakan bentuk
pemerintahan di mana formulasi kebijakan, secara langsung atau tidak langsung
ditentukan oleh suara terbanyak dari warga masyarakat yang memiliki hak memilih
dan dipilih, melalui wadah pembentukan suaranya dalam keadaan bebas dan tanpa
paksaan.[3]
artinya di laksanakan sesuai dengan kehendak hati nurani rakyat sendiri tanpa
ada paksaan dari arah manapun.
Demokrasi sebagai dasar hidup
bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan
ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam
menilai kebijksanaan Negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan
rakyat.[4] Dengan
demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang
diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dan dari sudut
organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh
rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan
rakyat.[5]
Dengan demikian, dapatlah di ambil
sebuah kesimpulan bahwa hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermayarakat dan
bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan
ditangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan.
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat menurut Moh. Mahfud MD mengandung
pengertian tiga hal penting: pertama, pemerintah dari rakyat (government of the poeple); kedua pemerintahan oleh rakyat (government by poeple); ketiga,
pemerintahan untuk rakyat (government for
poeple).[6] Jadi,
bila ketiga hal diatas dapat dijalankan dan ditegakkan dengan baik dalam suat tata
pemerintahan, maka akan tercapailah suatu masyarakat yang demokratis, yang
aman, tentran dan damai sesuai cita-cita rakyat bersama.
Pertama, pemerintahan dari rakyat (government of the poeple)
mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah dan diakui
(legitimate government) dan pemerintahan yang tidak sah dan idak di akui (unlegitimate government) dimata rakyat. Pemerintahan yang sah dan diakui (legitimate government) berarti suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan
dukungan yang diberikan oleh rakyat. Sebaliknya pemerintahan yang tidak sah dan
tidak diakui (unlegitimete government) berarti suatu pemerintahan
yang sedang memegang kendali kekuasaan tidak mendapat pengkuan dan dukungan
dari rakyat. Legitimasi bagi suatu pemerintahan sangat penting karena dengan
legitimasi tersebut, pemerintahan dapat menjalankan roda birokrasi dan
program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat
kepadanya. Pemerintahan dari rakyat memberikan gambaran bahwa pemerintah yang
sedang memegang kekuasaan dituntut kesadaranya bahwa pemerintahan tersebut
diperoleh melalui pemilhan dari rakyat bukan dari pemberian wangsit atau
kekuatan supranatural.[7]
Jadi jika mereka sadar bahwa terpilihnya mereka sebagai wakil rakyat, maka
itulah yang akan menjadikan karakteristik Negara yang demokrasi.
Kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by the poeple). Pemerintahan
oleh rakyat berarti bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama
rakyat bukan atas dorongan diri dan keinginanya sendiri. Selain itu juga
mengandung pengertian bahwa dalam menjalankan kekuasaanya, pemerintahan berada
dalam pengawasan rakyatnya. Karena itu pemerintah harus tunduk kepada
pengawasan rakyat (social control).
Pengawasan rakyat (social control)
dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung yaitu melalui
perwakilannya di parlemen (DPR). Dengan adanya pengawasan oleh rakyat (social control) akan menghilangkan
ambisi otoriterianisme para penyelenggara negara (pemerintah dan DPR).
Ketiga, pemerintahan unutk rakyat (government of the poeple) mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang
diberikan oleh rakyat kepada pemerintah itu dijalankan untuk kepentingan
rakyat. Kepentingan rakyat harus didahulukan dan diutamakan di atas segalanya.
Untuk itu pemerintah harus mendengarkan dan mengakomodasi aspirasi rakyat dalam
merumuskan dan menjalankan kebijakan dan program-programnya, bukan sebaliknya
hanya menjalankan aspirasi keinginan diri, keluarga dan kelompoknya.[8]
Oleh karena itu pemerintah harus membuka kebebasan serta menjamin adanya
kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat dalam menyampaikan aspirasinya baik
melalui media pers maupun secara langsung.
Jadi, pemerintahan yang tidak
berasal dari rakyat tidak mempunyai legitimasi. Pemerintahan yang tidak
dijalankan oleh rakyat disebut pemerintahan otoriter.
Pemerintahan yang di jalankan tidak untuk rakyat adalah pemerintahan korup. Dengan demikian, ketiga bentuk
pemeritahan tersebut dinamakan pemerintahan tidak demokratis. Karena suatu
pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme pemerintahan mewujudkan
prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi. Selanjutnya dalam pandangan Frans Magnis Suseno Negara di sebut
demokratis bila terdapat lima gugus pada Negara tersebut yaitu: Negara hukum,
kontrol masyarakat terhadap pemerintah, pemilihan umum yang bebas, prinsip
mayoritas dan adanya jaminan atas hak-hak dasar rakyat.[9]
B.
Menjadikan
Demokrasi Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Demokrasi
tidak akan tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Karena demokrasi memerlukan usaha nyata bagi setiap warga negara dan
perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari
suatu mind set (kerangka berpikir) dan setting
social (rancangan mayarakat). Bentuk
kongkrit dari manifestasi tersebut adalah dijadikanya demokrasi sebagai way of life (pandangan hidup) dalam
seluk beluk sendi kehidupan bernegara baik oleh rakyat (masyarakat) maupun oleh
pemerintah.
Pemerintahan demokratis membutuhkan
kultur demokrasi unutk membuatnya performed
(eksis dan tegak). Kultur demokrasi itu berada dalam masyarakat itu
sendiri. Sebuah pemerintahan yang baik dapat tumbuh dan stabil bila masyarakat
pada umumnya punya sikap positif dan proaktif terhadap norma-norma dasar demokrasi.
Karena itu harus ada keyakinan yang luas di masyarakat bahwa demokrasi adalah
sistem pemerintahan yang terbaik dibanding dengan sistem lainya. Untuk itu,
masyarakat harus menjadikan demokrasi sebagai way of life yang menuntun tata kehidupan
kemasyarakatan, kebangsaan, pemerintahan dan kenegaraan.[10]
Menurut Nurcholish Madjid, demokrasi
bukanlah kata benda, tetapi lebih merupakan kata kerja yang mengandung makna
sebagai proses dinamis. Karena itu demokrasi harus diupayakan. Demokrasi dalam
kerangka diatas berarti sebuah proses melaksanakan nila-nilai civility
(keadaban) dalam bernegara dan bermasyarakat. Demokrasi adalah proses menuju
dan menjaga civil sciety yang menghormati dan berupaya
merealisasikan nila-nilai demokrasi. Berikut ini adalah daftar penting
norma-norma dan pandangan hidup demokratis yang dikemukakan oleh Nurcholis
Madjid (Cak Nur). Menurut Nurcholis Madjid pandangan hidup demokratis
berdasarkan pada bahan-bahan telah berkembang, baik secara teoritis maupun
pengalaman praktis di negeri-negeri yang demokrasinya cukup mapan paling tidak
mencakup tujuh norma. Ketujuh norma itu sebagai berikut:
Pertama, pentingnya kesadaran akan pluralisme. Ini tidak saja
sekedar pengakuan (pasif) akan kenyataanya masyarakat yang majemuk. Lebih dari
itu, kesadaran akan kemajemukan menghendaki tanggapan yang positif terhadap
kemajemukan itu senidri secara aktif. Seseorang akan dapat menyesuaikan dirinya
pada cara hidup demokratis jika ia mampu mendisiplinkan dirinya ke arah jenis
persatuan dan kesatuan yang diperoleh melalui penggunaan prilaku kreatif dan
dinamik serta memahami segi-segi positif kemajemukan masyarakat. Masyarakat
yang berpegang teguh pada pandangan hidup demokratis harus dengan sendirinya
teguh memelihara dan melindungi lingkup keragaman yang luas. Pandangan hidup
demokratis seperti ini menuntut moral pribadi yang tinggi. Kesadaran akan
pluralitas sangat penting dimiliki bagi rakyat indonesia sebagai bangsa yang
beragam dari sisi etnis, bahasa, budaya, agama dan potensi alamnya.[11]
Kedua, dalam peristilahan politik dikenal istilah “musyawarah” (dalam bahasa Arab, musyawaroh, dengan makna asal sekitar
“saling memberi isyarat”). Artinya sebagai warga masyarakat yang baik dan
bijak, maka harus mendasarkan sikap musyawarah. Yaitu menyelesaikan suatu
permasalahan dengan jalan yang merundingkannya bersama-sama, yang bertujuan
untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi.
Ketiga, ungkapan “tujuan menghalalkan cara” mengisyaratkan
suatu kutukan kepada orang yang berusaha meraih tujuanya dengan cara-cara yang
tidak peduli kepada pertimbangan moral. Pandangan hidup demokratis mewajibkan
adanya keyakinan bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan. Bahkan sesungguhnya
klaim atas suatu tujuan yang baik harus diabsahkan oleh kebaikan cara yang
ditempuh untuk meraihnya.[12]
Demokrasi tidak akan terwujud tanpa adanya akhlak yang tinggi dan mulia. Dengan
demikian pertimbangan moral atau kuluhuran akhlak menjadi acuan dalam berbuat
dan mencapai suatu tujuan.
Keempat, permufakatan yang jujur dan sehat adalah hasil akhir
dari musyawarah yang baik. Suasana masyarakat demokrasi dituntut untuk
menguasai dan menjalankan seni permusyawaratan yang jujur dan sehat itu guna
mencapai permufakatan yang juga jujur dan sehat. Yaitu setelah diadakannya
suatu permusyawaratan maka harus di sepakati bersama hasil musyawarat itu,
tanpa ada yang mengingkarinya atau tidak setuju dengan hasil akhir yang telah
di musyawarahkan sebelumnya.
Kelima, dari sekian banyak unsur kehidupan bersama ialah
terpenuhinya keperluan pokok, yaitu pangan, sandang dan papan. Ketiga hal itu
menyangkut masalah pemenuhan segi-segi ekonomi (seperti masalah mengapa kita
makan nasi, bersandangkan sarung, kopiah, kebaya, serta berpapankan rumah
“joglo”, misalnya) yang dalam pemenuhannya tidak lepas dari perencanaan
sosial-budaya. Warga masyarakat demokratis ditantang untuk mampu menganut hidup
dengan pemenuhan kebutuhan secara berencana, dan harus memiliki kepastian bahwa
rencana-rencana itu (dalam wujud besarnya ialah GBHN) benar-benar sejalan
dengan tujuan dan praktik demokrasi. Dengan demikian rencana pemenuhan
kebutuhan ekonomi harus mempertimbangkan aspek keharmonisan dan keteraturan
sosial.
Keenam, kerjasama antar warga masyarakat dan sikap saling
mempercayai iktikad baik masing-masing, kemudian jalinan dukung-mendukung
secara fungsional antara berbagai unsur kelembagaan kemasyarakatan yang ada,
merupakan segi penunjang efesiensi untuk demokrasi. Masyarakat yang
terkotak-kotak dengan masing-masing penuh curiga kepada lainnya bukan saja
mengakibatkan tidak efesiennya cara hidup demokratis, tapi juga dapat menjurus
pada lahirnya pola tingkah laku yang bertentangan dengan nila-nilai asasi
demokratis.[13]jadi
kita harus saling mempercayai terhadap sesama, harus selalu senantiasa saling
tolong menolong dan memahami keadaan orang lain, karena didalam kita hidup
bermasyarakat pasti keadaan seseorang itu berbeda—beda. Baik itu karakterristik
dirinya, suku, aliran, ras maupun perbedaan agama.
Ketujuh, dalam keseharian, kita biasa berbicara tentang
pentingnya pendidikan demokrasi. Tapi karena pengalaman kita yang belum pernah
dengan sungguh-sungguh menyasikan atau apalagi merasakan hidup berdemokrasi
-ditambah lagi dengan kenyataan bahwa “demokrasi” dalam abad ini yang dimaksud
adalah demokrasi modern, maka bayangan
kita tentang “pendidikan demokrasi”umumnya masih terbatas pada usaha
indoktrinasi dan penyuapan konsep-konsep secara verbalistik. Terjadinya
diskrepansi (jurang pemisah) antara das
sein dan das sollen dalam konteks
ini ialah akibat dari kuatnya budaya “menggurui” (secara feodalistik) dalam
masyarakat kita, sehingga verbalisme yang dihasilkan juga menghasilkan kepuasan
tersendiri dan membuat yang bersangkutan merasa telah berbuat sesuatu dalam
penegakan demokrasi hanya karena telah berbicara tanpa perilaku.[14]
Jadi, pendidikan demokrasi pun sangat penting di dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara yang menganut suau sistim Negara demokrasi.
Dengan demikian, demokrasi bukanlah
sesuatu yang akan terwujud bagaikan benda yang jatuh dair langit secara
sempurna, melainkan menyatu dengan proses sejarah, pengalaman nyata dan
eksperimentsi sosial sehari-hari dalam tata kehiduapn bermasyarakat dan
bernegara termasuk dalam tata pemerintah. Karena itu tumbuh dan berkembangnya
demokrasi dalam suatu negara memerlukan ideologi yang terbuka, yaitu ideologi
yang tidak dirumuskan “sekali dan untuk selamanya” (once and for all),
tidak dengan ideologi tertutup yaitu ideologi yang konsepnya (presepts)
dirumuskan “sekali dan untuk selamanya” sehingga cenderung ketinggalan zaman.
Dalam konteks ini pancasila –sebagai
ideologi negara- harus ditatap dan di tangkap sebagai ideologi sebagai terbuka,
yaitu lepas dari kata literalnya dalam pembukaan UUD 45. Penjabaran dan
perumusan prespts-nya harus dibiarkan terus berkembang seiring dengan dinamika
masyarakat dan bertumbuhan kualitatifnya, tanpa membatasi kewenangan penafsiran
hanya pada satu lembaga “resmi” seperti di negeri-negeri komunis. Karena itu
ideologi negara (Pancasila) indonesia dalam perjumpaanya dengan konsep dan
sistem demokrasi terbuka terhadap kemungkinan proses-proses ‘coba dan salah’ (trial and error), dengan
kemungkinan secara terbuka pula untuk terus menerus melakukan koreksi dan
perbaikan.[15] Jadi,
jika demokrasi di Negara kita ini ingin terus maju dan berkembang maka di dalam
pancasila, yaitu sebagai ideology Negara harus tetap menerapkan ideology terbukanya itu.
Karena denagan itulah cita-cita dan harapan suatu Negara demokrasi bakal
terwujud.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan
alternatif dalam berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di
beberapa negara. Secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara dimana dalam
sistem pemerintahanya kedaulatan berada ditangan rakyat, kekuasaan tertinggi
berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan
kekuasaan oleh rakyat. demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga negara dan
perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari
suatu mind set (kerangka berpikir) dan setting
social (rancangan mayarakat).
Dengan demikian makna demokrasi sebagai
dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah
yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk
dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan
kehidupan rakyat. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah
negara yang di selenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari
sudut organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh
rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan
rakyat. Demokrasi bukanlah sesuatu yang akan terwujud bagaikan benda yang jatuh
dair langit secara sempurna, melainkan menyatu dengan proses sejarah,
pengalaman nyata dan eksperimentasi sosial sehari-hari dalam tata kehiduapn
bermasyarakat dan bernegara termasuk dalam tata pemerintah.
2.
Keritik
dan Saran
Kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Demikianlah makalah singkat tentang Menjadikan Demokrasi Sebagai Pandangan
Hidup Bangsa Indonesia yang dapat kami sampaikan, apabila terdapat banyak
kesalahan atau kekurangan di dalam penulisan makalah ini, sudi kiranya kami
mohon ma’af yang sebesar-besarnya. Dan kami sangat mengharapkan kritik dan
sarannya dari pembaca yang budiman sekalian yang bersifat membangun bagi kami
demi kesempurnaan makalah ini. Dan apabila terdapat kebenaran dan kelebihan itu
semata-mata datangnya hanya dari Allah SWT.
Daftar Pustaka
Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2012. Negara, Demokrasi dan Civil Society.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mahfud MD, Moh. 1999. Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi .
Yogyakarta: Gama Media.
Makhrus (dkk). 2005. Pancasila dan Kewarganegaraan. Yogyakarta:
Pokja Akademik UIN SUKA Yogyakarta.
Ubaidillah, A. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM
dan Masyarakat Madani . Jakarta: IAIN Jakarta Syarif Hidayattulloh Press.
Ulinnuha, Roma. 2014. KEWARGANEGARAAN (Kompilasi Referensi).
Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negri Sunan
Kailjaga Yogyakarta.
[1] Makhrus (dkk). Pancasila dan Kewarganegaraan
(Yogyakarta: Pokja Akademik UIN SUKA, 2005),hlm.67.
[2] A. Ubaidillah. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM
dan Masyarakat Madani (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000),hlm.162.
[3] Suryo Sakti Hadiwijoyo. Negara, Demokrasi dan Civil Society
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),hlm.33.
[4] Moh. Mahfud MD. Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi (Yogyakarta:
Gama Media, 1999),hlm.8.
[5] Roma Ulinnuha. KEWARGANEGARAAN (Kompilasi Referensi)
(Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negri
Sunan Kailjaga Yogyakarta, 2014),hlm.68.
[6] A. Ubaidillah. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM
dan Masyarakat Madani, hlm.163.
[7] Makhrus (dkk). Pancasila dan Kewarganegaraan, hlm. 69.
[8] Roma Ulinnuha. KEWARGANEGARAAN (Kompilasi Referensi),hlm.70.
[10] Makhrus (dkk). Pancasila dan Kewarganegaraan, hlm. 70.
[11] Makhrus (dkk). Pancasila dan
Kewarganegaraan, hlm. 71.
[12] Makhrus (dkk). Pancasila dan Kewarganegaraan, hlm.72
[13] Roma Ulinnuha. KEWARGANEGARAAN (Kompilasi Referensi),hlm.73.
[14] Roma Ulinnuha. KEWARGANEGARAAN (Kompilasi Referensi),hlm.74.
[15] Roma Ulinnuha. KEWARGANEGARAAN (Kompilasi Referensi),hlm.75.
Comments
Post a Comment